Translate

Kamis, Desember 31, 2015

Kho Ping Hoo - BKS#01 - Bu Kek Siansu

Kho Ping Hoo - BKS#01 - Bu Kek Siansu Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1Bu Kek Siansu

Seri : Bu Kek Siansu #01

Karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo

JILID 1

Pagi itu bukan main indahnya di dalam hutan di lereng Pegunungan Jeng Hoa San (Gunung Seribu Bunga). Matahari muda memuntahkan cahayanya yang kuning keemasan ke permukaan bumi, menghidupkan kembali rumput-rumput yang hampir lumpuh oleh embun, pohon-pohon yang lenyap ditelan kegelapan malam, bunga-bunga yang menderita semalaman oleh hawa dingin menusuk. Cahaya kuning emas membawa kehangatan, keindahan, penghidupan itu mengusir halimun tebal, dan halimun lari pergi dari cahaya raja kehidupan itu, meninggalkan butiran-butiran embun yang kini menjadi penghias ujung-ujung daun dan rumput membuat bunga-bunga yang beraneka warna itu seperti dara-dara muda jelita sehabis mandi, segar dan berseri-seri.

Cahaya matahari yang lembut itu tertangkis oleh daun dan ranting pepohonan hutan yang rimbun, namun kelembutannya membuat cahaya itu dapat juga menerobos di antara celah-celah daun dan ranting sehingga sinar kecil memanjang yang tampak jelas di antara bayang-bayang pohon meluncur ke bawah, di sana sini bertemu dengan pantulan air membentuk warna pelangi yang amat indahnya, warna yang dibentuk oleh segala macam warna terutama oleh warna dasar merah, kuning dan biru. Indah! Bagi mata yang bebas dari segala ikatan, keindahan itu makin terasa, keindahan yang baru dan yang senantiasa akan nampak baru b
... baca selengkapnya di Kho Ping Hoo - BKS#01 - Bu Kek Siansu Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Rabu, Desember 30, 2015

Selembar Tiket Kereta

Selembar Tiket Kereta Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Semenjak kecil, saya takut untuk memperingati hari ibu karena tak berapa lama setelah saya lahir, saya dibuang oleh ibu saya.

Setiap kali peringatan hari ibu, saya selalu merasa tidak leluasa karena selama peringatan hari ibu semua acara televisi menayangkan lagu tentang kasih ibu, begitu juga dengan radio dan bahkan iklan biskuit pun juga menggunakan lagu tentang hari ibu.

Saya tidak bisa meresapi lagu-lagu seperti itu. Setelah sebulan lebih saya dilahirkan, saya ditemukan oleh seseorang di stasiun kereta api Xin Zhu. Para polisi yang berada di sekitar stasiun itu kebinggungan untuk menyusui saya. Tapi pada akhirnya, mereka bisa menemukan seorang ibu yang bisa menyusui saya. Kalau bukan karena dia, saya pasti sudah menanggis dan sakit. Setelah saya selesai disusui dan tertidur dengan tenang, para polisi pelan-pelan membawa saya ke De Lan Center di kecamatan Bao Shan kabupaten Xin Zhu. Hal ini membuat para biarawati yang sepanjang hari tertawa ria akhirnya pusing tujuh keliling.

Saya tidak pernah melihat ibu saya. Semasa kecil saya hanya tahu kalau saya dibesarkan oleh para biarawati. Pada malam hari, di saat anak-anak yang lain sedang belajar, saya yang tidak
... baca selengkapnya di Selembar Tiket Kereta Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Jumat, Desember 25, 2015

The Lost Airman: A True Story of Escape from Nazi Occupied France

 

The Lost Airman: A True Story of Escape from Nazi Occupied France Hardcover – January 19, 2016



For fans of Unbroken, the remarkable, untold story of World War II American Air Force turret-gunner Staff Sergeant Arthur Meyerowitz, who was shot down over Nazi-occupied France and evaded Gestapo pursuers for more than six months before escaping to freedom.
 
Bronx-born top turret-gunner Arthur Meyerowitz was on his second mission when he was shot down in 1943. He was one of only two men on the B-24 Liberator known as “Harmful Lil Armful” who escaped death or immediate capture on the ground.
 
After fleeing the wreck, Arthur knocked on the door of an isolated farmhouse, whose owners hastily took him in. Fortunately, his hosts not only despised the Nazis but had a tight connection to the French resistance group Morhange and its founder, Marcel Taillandier. Arthur and Taillandier formed an improbable bond as the resistance leader arranged for Arthur’s transfers among safe houses in southern France, shielding him from the Gestapo. 
 
Based on recently declassified material, exclusive personal interviews, and extensive research into the French Resistance, The Lost Airman tells the tense and riveting story of Arthur’s trying months in Toulouse—masquerading as a deaf mute and working with a downed British pilot to evade the Nazis—and of his hair-raising journey to freedom involving a perilous trek over the Pyrenees and a voyage aboard a fishing boat with U-boats lurking below and Luftwaffe fighters looming above. With photographs and maps included, this is a never-before-told true story of endurance, perseverance, and escape during World War II.

Kamis, Desember 10, 2015

My Love is REAL!

My Love is REAL! Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Sabtu, 16. 30 WIB.
Aku menunggu. Ya. Aku menunggu di pekarangan belakang sekolahku, tidak jauh dari musholla tempat aku shalat. Di sini, aku akan menemuinya. Dengan seragam sekolah yang rapi namun rambutku yang masih berantakan, tak mengurungkan niatku.
Karena hari ini perpisahan kelas XII, jadi aku memakai seragam putih abu-abu. Acaranya yang begitu merah dan menghanyutkan perasaan kami semua. Begitu menyedihkan memang. Setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan. Namun begitu, acaranya berlangsung full energy. Teriakan, sorakan, nyanyian para siswa menggelegar di udara. Puas rasanya ketika itu. Segala keluh kesah dan canda tawa kami ini takkan di temukan lagi di perguruan tinggi.
Ya. Setelah acara ini berakhir, maka waktu kami pun ikut berakhir. Kebersamaan dan rasa kekeluargaan yang begitu kental, kami bina mulai dari nol. Berat. Dadaku sesak. Bila harus mengingat kenangan indah bersama mereka. Teman–temanku yang tercinta. Tapi, kami semua berharap agar perasaan kami tidak akan luntur oleh jarak dan waktu yang memisahkan.

Memang betul kata orang “Masa yang paling indah adalah masa ketika SMA, karena di masa itulah kita akan mulai mengenal lebih dalam diri kita dan orang lain. Dan kita juga bisa mengenal masa masa jatuh hati pada lawan jenis dengan lebih seriu
... baca selengkapnya di My Love is REAL! Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Selasa, Desember 08, 2015

negara kita belum siap menghargai produknya

Andry Bastam, Satu-satunya Orang Indonesia yang Bekerja di Jet Aviation, Swiss Ikut Garap Pesawat Supermewah Pesanan Raja Arab
 
Laporan Suprianto, Basel

Indonesia boleh bangga pada Andry W Bastam. Sebab, dialah orang Indonesia pertama dan satu-satunya yang bekerja di Jet Aviation, perusahaan bergengsi di Basel, Swiss, yang merancang interior pesawat supermewah.

Berada di antara kerumunan orang di Basel Bahnhof (Stasiun Basel), negara bagian Swiss yang berbatasan dengan Jerman dan Prancis, penampilannya menunjukkan bahwa dia orang asing di tempat itu. Apalagi, dilihat dari wajahnya, kentara sekali dia bukan orang Swiss.

Andry W Bastam, sosok tersebut, memang sangat Indonesia. Dia memang bertempat tinggal di Kota Basel, tepatnya di sebuah apartemen di kawasan Luzernerring.

Itu dia lakukan setelah resmi jadi karyawan PT Jet Aviation, perusahaan yang mendesain interior pesawat
mewah kelas dunia milik orang-orang kaya di jagad ini.

‘’Sudah lama menunggu saya, ya. Untung, Anda tak kesasar, padahal sendirian ke tempat ini,’’ sapa Andry sembari menjabat tangan JPNN di Stasiun Basel Ahad (30/10) lalu, sekitar pukul 20.00 waktu Swiss.

‘’Beginilah Basel. Mungkin cuaca saat ini 5 sampai 10 derajat Celsius. Soal ramainya, tentu lebih ramai Zurich dan Jenewa,’’ katanya, lantas mengajak JPNN mengelilingi Kota Basel di malam hari. 

Pria dari Mojokerto, Jatim, yang lahir pada 12 Desember 1958 itu sudah dua tahun ini bekerja di Jet Aviation, perusahaan konsorsium milik tiga negara, yakni Jerman, Prancis, dan Swiss. Persisnya sejak 10 Januari 2009. Padahal, dilihat dari latar belakang pendidikannya, sepertinya tak terlalu suai.

Bapak dua anak ini adalah lulusan Teknik Perkapalan ITS, Surabaya, angkatan 1979. Namun, pengalaman bekerja di IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) —sekarang jadi PT DI (Dirgantara Indonesia)— membuatnya lebih banyak mempelajari industri pesawat terbang.

Apalagi, ungkap Andry, waktu BJ Habibie masih aktif dan memegang kendali di IPTN, mantan Presiden tersebut begitu leluasa memberi kesempatan pada karyawannya untuk belajar lebih banyak. Meski, karyawannya tak memiliki latar belakang pendidikan kedirgantaraan sepertinya.

Awal masuk di IPTN pada 1986 atau dua tahun setelah lulus kuliah, Andry menyatakan ditempatkan di bagian CAD (computer aided design) yang bertugas membuat desain pesawat.

Namun, belakangan dia dipindah ke departemen dynamic and load sector weight and balance yang bertugas menganalisis beban serta keseimbangan pesawat.

‘’Saya terus terang bangga bisa bekerja di IPTN waktu zaman Pak Habibie. Semua karyawan terlihat bersemangat, antusias, dan terfokus. Tapi, setelah Pak Habibie terseret arus politik, semuanya berubah,’’ ungkap dia.

‘’Industri pesawat yang kita banggakan jadi suram. Dari situ saya menyimpulkan, Pak Habibie itu sosok teknokrat sejati, bukan politikus, dan IPTN atau PT DI harus dijauhkan dari urusan politik,’’ sambung dia dengan ekspresi bersemangat.

Yang membuat Andry dan beberapa teman seangkatannya tak habis pikir, arus politik yang makin kencang, yang ditandai dengan era reformasi, membuat bangsa ini melewati batas.

 Salah satunya juga dialami IPTN ketika Ilham Habibie, putra BJ Habibie, mulai masuk IPTN. ‘’Semua bilang KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme).
Padahal, dari sisi keilmuan, Ilham sangat kompeten dan gaji di IPTN itu tak ada apa-apanya jika dibanding dengan gaji dari pekerjaannya di luar negeri. Dia mau bekerja di IPTN semata-mata karena ingin membesarkan industri kedirgantaraan kita,’’ paparnya.

Kisruh di PT DI itulah yang akhirnya membuat Andry dan beberapa temannya berpikir ulang untuk melanjutkan karir di BUMN tersebut. Satu per satu teman-temannya hengkang.

‘’Boleh dibilang, saya yang paling telat keluar. Saya awalnya masih berharap ada perbaikan di PT DI. Tapi, sepertinya, negara kita belum siap menghargai produknya. Padahal, zaman Pak Habibie, kita bisa membuktikan bahwa kita bisa,’’ sindirnya.

Andry tak membantah anggapan bahwa pengalamannya di PT DI membuatnya bisa diterima di Jet Aviation. Tugasnya pun ikut merancang serta menganalisis beban dan keseimbangan pesawat. Menurutnya, Jet Aviation bukanlah produsen pesawat langsung.

Tapi hanya menerima pesanan dari produsen pesawat, misalnya Airbus dan Boeing, untuk menggarap interior pesawat khusus yang dipesan para miliarder dunia.

Misalnya, pesawat dengan tempat duduk (seat) normal 200 dirancang hanya jadi 40 seat. Selain itu, perlu ada ruang meeting (rapat), minibar, tempat tidur, hingga beberapa perlengkapan layaknya hotel berbintang. Yang tak boleh dan belum pernah ada, lanjutnya, adalah pesawat yang menyediakan kolam renang.

‘’Sebab, itu menyangkut peraturan internasional keselamatan penerbangan. Seandainya peraturan membolehkan, kami sudah buat kolam renang di dalam pesawat,’’ ujarnya.

Ayah Gerdion Bastam dan Natania Bastam itu mengatakan, empat bulan lalu perusahaannya sudah merampungkan dan mengirim pesawat dengan desain khusus super mewah milik raja Arab Saudi.

Pesawat 747 dengan 400 seat tersebut didesain hanya jadi 22 seat dengan kelengkapan mirip hotel paling mewah di jagad ini. Bisa dikatakan, pesawat itu ibarat hotel berbintang yang bisa terbang dan dipindah ke mana-mana.

‘’Tugas saya secara umum, selain membantu mendesain, mempertimbangkan berat dan keseimbangan pesawat. Jadi, seberapa ekstrem desain itu. Apakah membahayakan keselamatan pesawat atau tidak. Semuanya dianalisis sesuai fakta dan batas toleransinya,’’ papar pria yang baru berencana membawa keluarganya ke Basel dalam waktu dekat tersebut.

Andry mengaku bangga bisa bekerja di perusahaan itu. Bukan semata-mata karena gajinya memang lebih tinggi daripada semasa kerja di PT DI. Lebih dari itu, dia ingin membuktikan ada orang Indonesia yang kemampuannya di bidang industri pesawat juga tak kalah oleh orang Eropa. Dia juga tercatat sebagai karyawan pertama dan satu-satunya dari Indonesia di Jet Aviation yang berlokasi di Basel.

Yang lebih membanggakan adalah tradisi di perusahaannya. Para karyawan dari beberapa negara ditandai dengan bendera kecil yang dipasang di salah satu ruang khusus di kantornya. Karena dia pula, sekarang di ruang khusus itu juga dipasang bendera Indonesia.

‘’Jadi, nggak perlu tanya gaji lah. Gaji tentu lebih baik karena rata-rata perusahaan asing bekerja berdasar profesionalisme. Tapi, yang membuat saya bangga, saya bisa membuktikan bahwa ada orang Indonesia di perusahaan tersebut,’’ ungkapnya.

Dia mengatakan, hingga kini dia masih sering menghubungi temannya sesama eks karyawan PT DI. Rata-rata temannya memang masih bekerja di industri pesawat. Ada yang di Amerika, Kanada, dan beberapa negara Eropa sepertinya. Tak sekadar bertanya kabar, sesama eks karyawan PT DI juga masih sering berdiskusi tentang nasib PT DI yang hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan.

Sebagai warga Indonesia, papar Andry, dia dan teman-temannya sebenarnya masih lebih suka bekerja di Tanah Air. Alasannya, tentu, selain lebih dekat dengan keluarga dan kerabat, mereka bisa menyumbang untuk kemajuan industri kedirgantaraan Indonesia. 

‘’Kalau eks PT DI yang bekerja di luar negeri dicari, wah, banyak sekali. Kemampuan kita pasti tak kalah oleh karyawan asing. Cuma, kembali lagi ke pemerintah. Ada kemauan keras memajukan PT DI nggak,’’ katanya.

Menurut Andry, namanya saja perusahaan, PT DI bisa maju kalau produknya laku. Itu bisa terjadi kalau ada kepercayaan dan keinginan kuat dari pemerintah. Dia mencontohkan pembelian pesawat buatan Cina MA-60 yang pernah jadi perdebatan di Tanah Air.

‘’Produk dalam negeri harus dihargai. Kami heran saja dengan kebijakan itu. Padahal, untuk produk pesawat dengan kapasitas sejenis, kita sudah bisa. Maka, visi dan pemikiran Pak Habibie untuk memajukan industri kedirgantaraan kita harus diterapkan. Saya kagum pada beliau,’’ ucap dia.(c11/kum/jpnn)
 

Latihan 1.500 Kali

Latihan 1.500 Kali Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor 1

Dalbert Eugen (1864-1932), seorang pemusik tenar Skotlandia memiliki teknik permainan piano yang telah mencapai tingkat sempurna. Walaupun demikian, ia sangat menaruh perhatian pada setiap pertunjukannya. Dia tidak pernah lengah atau bermain sembarangan. Suatu hari, seorang penyelenggara konser datang menemuinya dan mengundang Dalbert Eugen untuk mengikuti sebuah konser pertunjukan. Dalbert Eugen bertanya, “Kapan konser itu akan dimulai ?“ “Tanggal 1 bulan depan !“ jawab penyelenggara tersebut.

“Maaf, saya tidak bisa. Waktu untuk saya berlatih tidak cukup, jadi saya tidak mungkin ikut dalam pertunjukan itu” Mendengar itu, penyelenggara tersebut sangat terkejut dan bertanya, “Guru Besar, Anda masih perlu berlatih ?“ Dalbert Eugen menjawab, “Setiap kali saya akan menerbitkan lagu baru dan mengadakan konser, paling tidak saya harus berlatih selama sebulan penuh.”

“Apa ?“ jawab penyelenggara itu dengan takjub. “Perlu 1 bulan ? Guru Besar, banyak pemusik tenar yang saya kenal hanya membutuhkan latihan tidak lebih dari 4 kali untuk satu pertunjukan. Sedangkan Anda adalah seorang Guru Besar di bidang musik, tidak mungkin Anda membutuhkan
... baca selengkapnya di Latihan 1.500 Kali Cerita Motivasi dan Inspirasi Nomor Satu

Minggu, Desember 06, 2015

Navigation Using a VOR

VHF Omni Directional Radio Range (VOR) is a type of short-range radio navigation system for aircraft, enabling aircraft with a receiving unit to determine their position and stay on course by receiving radio signals transmitted by a network of fixed ground radio beacons. It uses frequencies in the very high frequency (VHF) band from 108 to 117.95 MHz. Developed in the United States beginning in 1937 and deployed by 1946, VOR is the standard air navigational system in the world,[1][2] used by both commercial and general aviation. By 2000 there were about 3,000 VOR stations around the world including 1,033 in the US, reduced to 967 by 2013 with more stations being decommissioned with the widespread adoption of GPS.
A VOR ground station sends out an omnidirectional master signal, and a highly directional second signal is propagated by a phased antenna array and rotates clockwise in space 30 times a second. This signal is timed so that its phase (compared to the master) varies as the secondary signal rotates, and this phase difference is the same as the angular direction of the ‘spinning’ signal, (so that when the signal is being sent 90 degrees clockwise from north, the signal is 90 degrees out of phase with the master). By comparing the phase of the secondary signal with the master, the angle (bearing) to the aircraft from the station can be determined. This line of position is called the “radial” from the VOR. The intersection of radials from two different VOR stations can be used to fix the position of the aircraft, as in earlierradio direction finding (RDF) systems.

Navigation Using a VOR :



EICAS and ECAM

Engine-indicating and crew-alerting system

An engine-indicating and crew-alerting system (EICAS) is an integrated system used in modern aircraft to provide aircraft crew with aircraft engines and other systems instrumentation and crew annunciations. On EICAS equipped aircraft the “recommended remedial action” is called a checklist.

Components

EICAS typically includes instrumentation of various engine parameters, including for example revolutions per minute, temperature values, fuel flow and quantity, oil pressure etc. Typical other aircraft systems monitored by EICAS are for example hydraulic, pneumatic, electrical, deicing, environmental and control surface systems. EICAS has high connectivity & provides data acquisition and routing.
EICAS is a key function of a glass cockpit system, which replaces all analog gauges with software-driven electronic displays. Most of the display area is used for navigation and orientation displays, but one display or a section of a display is set aside specifically for EICAS.
The crew-alerting system (CAS) is used in place of the annunciator panel on older systems. Rather than signaling a system failure by turning on a light behind a translucent button, failures are shown as a list of messages in a small window near the other EICAS indications.

Electronic centralised aircraft monitor

An electronic centralized aircraft monitor (ECAM) is a system, developed by Airbus, that monitors aircraft functions and relays them to the pilots. It also produces messages detailing failures and in certain cases, lists procedures to undertake to correct the problem.

Components

EICAS typically includes instrumentation of various engine parameters, including for example revolutions per minute, temperature values, fuel flow and quantity, oil pressure etc. Typical other aircraft systems monitored by EICAS are for example hydraulic, pneumatic, electrical, deicing, environmental and control surface systems. EICAS has high connectivity & provides data acquisition and routing.
EICAS is a key function of a glass cockpit system, which replaces all analog gauges with software-driven electronic displays. Most of the display area is used for navigation and orientation displays, but one display or a section of a display is set aside specifically for EICAS.
The crew-alerting system (CAS) is used in place of the annunciator panel on older systems. Rather than signaling a system failure by turning on a light behind a translucent button, failures are shown as a list of messages in a small window near the other EICAS indications.

Electronic centralised aircraft monitor

An electronic centralized aircraft monitor (ECAM) is a system, developed by Airbus, that monitors aircraft functions and relays them to the pilots. It also produces messages detailing failures and in certain cases, lists procedures to undertake to correct the problem.

WHAT IS A GAS TURBINE AND HOW DOES IT WORK?

WHAT IS A GAS TURBINE?

The gas turbine is the engine at the heart of the power plant that produces electric current.

A gas turbine is a combustion engine that can convert natural gas or other liquid fuels to mechanical energy. This energy then drives a generator that produces electrical energy. It is electrical energy that moves along power lines to homes and businesses.
Fast Fact: The GE 7F.05 gas turbine generates 225 MW, equivalent to 644,000 horsepower, or the power of 644 Formula One cars.

Gas Turbine Animation

Types of Gas Turbine Engines (Jet Engines)

Turbojet:12079493_170080440000307_7017028119002053569_n

The turbojet engine consists of four sections: compressor, combustion chamber, turbine section, and exhaust. The compressor section passes inlet air at a high rate of speed to the combustion chamber. The combustion chamber contains the fuel inlet and igniter for combustion. The expanding air drives a turbine, which is connected by a shaft to the compressor, sustaining engine operation. The accelerated exhaust gases from the engine provide thrust. This is a basic application of compressing air, igniting the fuel-air mixture, producing power to self-sustain the engine operation, and exhaust for propulsion.
Turbojet engines are limited in range and endurance. They are also slow to respond to throttle applications at slow compressor speeds.

Turbofan :

12079592_170080433333641_729858047715633972_n
Turbofans were developed to combine some of the best features of the turbojet and the turboprop. Turbofan engines are designed to create additional thrust by diverting a secondary airflow around the combustion chamber. The turbofan bypass air generates increased thrust, cools the engine, and aids in exhaust noise suppression. This provides turbojet-type cruise speed and lower fuel consumption.
The inlet air that passes through a turbofan engine is usually divided into two separate streams of air. One stream passes through the engine core, while a second stream bypasses the engine core. It is this bypass stream of air that is responsible for the term “bypass engine.” A turbofan’s bypass ratio refers to the ratio of the mass airflow that passes through the fan divided by the mass airflow that passes through the engine core.

Turboprop

12122432_170080450000306_8457103841522343377_n
A turboprop engine is a turbine engine that drives a propeller through a reduction gear. The exhaust gases drive a power turbine connected by a shaft that drives the reduction gear assembly. Reduction gearing is necessary in turboprop engines because optimum propeller performance is achieved at much slower speeds than the engine’s operating rpm. Turboprop engines are a compromise between turbojet engines and reciprocating powerplants. Turboprop engines are most efficient at speeds between 250 and 400 mph and altitudes between 18,000 and 30,000 feet. They also perform well at the slow airspeeds required for takeoff and landing, and are fuel efficient. The minimum specific fuel consumption of the turboprop engine is normally available in the altitude range of 25,000 feet to the tropopause.

Turboshaft:

12079634_170080443333640_5011417764399449426_n
The fourth common type of jet engine is the turboshaft. It delivers power to a shaft that drives something other than a propeller. The biggest difference between a turbojet and turboshaft engine is that on a turboshaft engine, most of the energy produced by the expanding gases is used to drive a turbine rather than produce thrust. Many helicopters use a turboshaft gas turbine engine. In addition, turboshaft engines are widely used as auxiliary power units on large aircraft.